Seperti telah dipaparkan judulnya, Berlin Syndrome merujuk pada Stockholm Syndrome yang terjadi di ibukota Jerman tersebut, di mana peristiwa masa lalu pernah, bahkan masih memecah populasi di dalamnya. Satu pihak merayakan kebebasan atas represi, sedang lainnya menyimpan romantisasi kehidupan era lampau yang mereka pandang sempurna. Mengadaptasi novel berjudul sama buatan Melanie Joosten, Berlin Syndrome menjauh dari rutinitas thriller bertema penculikan terhadap turis berujung penyiksaan brutal sebagai suguhan utama (Hostel, The Human Centipede, Wolf Creek), memilih eksplorasi psikologis guna menjabarkan dampak pada korban, pula dorongan sang pelaku
Sejak awal mudah menebak keramahan beserta romantisme "malu-malu" Andi sekedar topeng. Pun sejatinya berbagai plot point lain sebutlah rahasia Andi, titik balik di pertengahan cerita, sampai konklusinya dapat tercium dari jauh. Sadar bahwa proses adalah porsi terpenting sebuah narasi, naskah tulisan Shaun Grant memang tidak berniat mengumbar twist. Berpadu bersama kesabaran sutradara Cate Shortland memainkan tempo, Grant cerdik menyelipkan momen-momen overshadow begitu kisahnya merayap masuk ke nuansa sensual. Ucapan Andi jika tak ada yang bisa mendengar suara Claire atau ketika ia berkata ingin mengikat si wanita rupanya bukan godaan nakal semata.
PEMERANFILM : Teresa Palmer, Max Riemelt, Matthias Habich
Tidak ada komentar:
Posting Komentar